

Ini pukulan berat buat keluarga kami. Kakaknya, sebelumnya juga menderita penyakit yang sama. Tapi umurnya tidak panjang. Ia keburu meninggal sebelum kami berbuat banyak untuknya
Menyusuri desa Karangsoko nan rimbun dengan pepohonan, kecamatan Trenggalek kabupaten Trenggalek, kita tak akan percaya, jika di salah satu dusunnya, dusun Sukobanteng, terselip satu anak yang telah akrab dengan bau rumah sakit dan ruang bedah. Adi Setyawan, 32 bulan, putra bungsu dari pasangan Bapak Suyadi (33th) dan Ibu Jinarti (34th), di usia 5 bulan, oleh dokter divonis menderita invaginasi usus. Yakni suatu keadaan dimana bagian usus masuk ke bagian usus lainnya. Sehingga, bisa menyebabkan komplikasi yang berat seperti infeksi bahkan kematian, dan tak ada jalan keluar terbaik selain operasi. Suyadi sang ayah, hanya bisa pasrah sembari berusaha sekuat tenaga untuk membiayai operasi anak yang dikasihinya. 25-35 juta rupiah sekali operasi. Sebagai buruh tani dan hanya numpang tinggal di rumah mertua, bukanlah jumlah yang kecil. Tapi beruntung, Allah memberikan jalan melalui bantuan keluarga dan dana sosial dari sebuah koran nasional di Jawa Timur, beberapa tahun lalu. Hati siapa yang tidak miris melihatnya. Perut sekecil itu sudah dipenuhi oleh bekas sayatan pisau bedah ditambah puluhan bekas jahitan. Hanya tangis dan rintihan pilu yang terdengar dari mulut kecilnya. Ia belum tahu apa-apa, tapi cobaan dariNya begitu besar menerpa. Kedua orangtuanya hanya bisa berucap doa dan doa untuk kesembuhan anak yang mereka sayangi. “Ini pukulan berat buat keluarga kami. Kakaknya, sebelumnya juga menderita penyakit yang sama. Tapi umurnya tidak panjang. Ia keburu meninggal sebelum kami berbuat banyak untuknya, “ cerita Jinarti mengenang mendiang putranya.
Awal Terdeteksinya Penyakit
Sejak lahir, Adi memang telah menunjukkan kelainan. Ia tampak kesulitan ketika ingin BAB, dan fesesnya disertai darah dan lendir. Ia pun kerap muntah dan demam. Tangisnya tidak seperti biasanya. Ia seakan menahan sakit yang luar biasa. Jinarti, sang ibu, telah merasakan di hati bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tapi semua itu dinafikannya, mengingat mereka tak punya biaya untuk membawanya ke rumah sakit guna melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Walhasil, kondisi Adi yang semakin terlihat payah saat akan BAB, sangat mempengaruhi nafsu makannya. Berat badannya turun drastis. Ia tercatat sebagai penderita gizi buruk karena berat badannya yang terpaut jauh dengan usianya. Sampai suatu hari, naluri keibuan Jinarti berontak. Ia tak sanggup lagi melihat kepayahan anaknya saat sakit datang menyerang. Di usianya yang telah memasuki 5 bulan, ia nekad membawa anaknya ditemani sang suami untuk memeriksakannya ke rumah sakit daerah Trenggalek. Selama perjalananan, tak henti mereka memanjatkan doa untuk kesembuhan sang anak dan diberi kesabaran atas ujian yang diberikan. Namun, takdir berkata lain. Seakan petir yang menyambar di telinga, saat dokter memvonis Adi untuk segera dioperasi melihat kepayahan tubuh kecilnya menahan sakit. “Ini demi menyelamatkan nyawa anak Bapak dan Ibu. Kami harus merujuk anak ibu ke rumah sakit Surabaya, “ ucap dokter yang terus terngiang di telinga sepasang suami istri itu. . Seketika wajah Jinarti pucat, dan tubuhnya menegang. Ia hanya mampu memandangi suaminya. Meski tak bersuara, tapi hati mereka telah tahu satu hal, bahwa mereka tak memiliki banyak uang untuk membiayai operasi yang pasti menelan biaya besar. Akhirnya, dengan lunglai dan kesedihan yang menumpuk di dada, ia dan suami memutuskan untuk pulang dulu ke rumah. Dengan harapan, dari pihak keluarga ada yang bisa memberikan solusi demi memperjuangkan hidup buah hati yang mereka sayangi. Dalam hati, mereka tak ikhlas jika harus kehilangan lagi anak yang mereka sayangi. Semua karena ketidakberdayaan mereka untuk memperjuangkan hidup anak sebelumnya, anak kedua, kakak dari Adi Setyawan, yang juga menderita penyakit yang sama.
Menjual Rumah dan Tiga Petak Tanah
Anak adalah permata hati setiap orang tua. Apapun akan dilakukan demi anak, terlebih jika menyangkut hidup dan matinya. Tak terkecuali Jinarti dan Suyadi. Berbagai upaya dilakukannya. Rumah, tempat mereka bernaung selama ini di jual untuk biaya operasi pertama. Waktu itu, Adi sudah berusia 6 bulan. Tapi, operasi perdana Adi tidak memberikan hasil yang signifikan. Selayaknya anak kecil, ia selalu ingin bergerak aktif. Akibatnya, bekas jahitan yang masih basah malah mengalami infeksi. Karena tak menunjukkan perubahan, dokter menyarankan untuk melakukan operasi kedua saat usia Adi memasuki 9 bulan. Mereka kembali ke rumah sakit yang sama di Surabaya. Sepetak tanah di jual untuk membiayai operasi tersebut hasil dari ‘utang’ pada keluarga. Namun, malang tak dapat ditolak. Tiga bulan kemudian, dokter mengharuskannya operasi kembali, demi melihat kondisi Adi yang tiada berubah sedikitpun. Akhirnya, pembedahan kembali dilakukan. Perut Adi disayat lagi untuk membenahi ususnya yang masih bermasalah. Orang tua mana yang tidak sedih, jika harta telah terkuras habis, namun sakit sang anak tak kunjung sembuh. Keadaan Adi belum menunjukkan perubahan. Yang terlihat justru berat badannya semakin menipis. Karena tak melihat perubahan setelah empat kali operasi, Jinarti dan Suyadi kembali memeriksakan kondisi Adi anak mereka. Dan sepertinya, ujian sepasang suami istri ini tak kunjung berakhir. Oleh dokter, Adi masih diharuskan menjalani operasi kembali., padahal usianya saat itu telah 20 bulan. “Subhanallah, saya dan suami sudah mentok harus mencari biaya kemana lagi. Rumah telah di jual, berikut tiga petak tanah milik keluarga. Sampai kami dikucilkan karena dianggap hanya menyusahkan dan menumpuk hutang, “ ujar Jinarti sambil mengusap dada. Meski terus dirundung cobaan, suami-istri tersebut tak pernah mengutuk nasibnya. Doa dan usaha terus diupayakan. Niatnya hanya satu. “Anakku harus hidup, “ tekad Jinarti mantap. Sampai suatu hari, pertolongan Allah begitu dekat, seolah seberkas cahaya kehidupan untuk putra bungsunya.
Dana Sosial dari Sebuah Koran Nasional di Jawa Timur dan Pemda Setempat
Sesudah kesulitan pasti akan datang kemudahan. Janji Allah di Al Qur’an Surah Al-Insyirah ini sangat diyakini oleh pasangan Jinarti dan Suyadi. Bolak-balik rumah sakit untuk operasi anaknya yang menelan biaya besar, menimbulkan simpati dari rumah sakit, tempatnya berobat selama ini. Kondisi anaknya yang payah beserta carut marut ekonomi keluarganya menjadi referensi lengkap bagi rumah sakit tersebut untuk merekomendasikannya ke sebuah koran nasional di Jawa Timur guna mendapatkan simpati dari masyarakat melalui dompet sosial. Pihak pemerintah daerah kabupaten Trenggalek pun akhirnya tahu dan merasa harus bertanggung jawab akan kondisi salah seorang warganya. “Alhamdulillah, operasi kelima Adi, tak sepeserpun biaya kami keluarkan. Semua karena kemurahan dan kasih sayang Allah SWT melalui kepedulian masyarakat Jawa Timur dan pemerintah daerah, “ ucap Suyadi bersyukur. Operasi kelima tersebut, alhamdulillah menunjukkan perubahan yang menggembirakan. Perlahan kondisi Adi mulai membaik. Ia mulai bisa BAB seperti anak normal lainnya. Hanya, karena masih dalam taraf pemulihan, di usianya kini yang tengah menginjak 32 bulan, berat badannya masih terhitung kurang dari berat badan anak seusianya. Jika anak seusianya rata-rata memiliki berat badan 11-12 kg, Adi masih 9 kg 2 ons. “Tak apalah, yang penting Adi sudah baikan. Soal gizi, insyaAllah, kami akan terus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya., “ pungkas Suyadi. “Bagi kami, kesembuhan dari penyakitnya yang membuat Adi kepayahan 2 tahun-an ini adalah yang utama. Tak mengapa harta kami habis untuk biaya pengobatannya. Karena yang penting bagi kami adalah dia bisa hidup. Semoga kelak bisa menjadi anak yang shaleh dan berbakti pada orang tua dan masyarakat., “ harap Suyadi khusyuk sambil mengelus sayang kepala anaknya tersebut. Anak, ibarat mata air bagi musafir yang kehausan di tengah perjalanan. Ia laksana lilin di tengah gelapnya malam, dan penghibur hati dikala gundah menerpa. Padanya pun terletak segala harapan orang tua. Perjuangan Jinarti dan Suyadi menjadi cermin dan pelajaran berharga bagi kita. Bahwa kesembuhan anak adalah sebuah harta yang tak ternilai. Kehidupan mereka harus diperjuangkan, meski nyawa taruhannya. Tak ada kata menyerah untuk nasib anak-anak kita di hari esok, meski tantangan besar menghadang di depan. Semoga Adi diberikan kesembuhan seterusnya, dan seperti doa serta harap kedua orangtuanya, kelak menjadi anak yang shaleh dan berguna bagi masyarakat. Amin ya robbal ‘alamin. @n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar